MAKALAH
ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
DI SUSUN OLEH:
Putry
Rahmadania (181123117)
Nur
mutia sari (181123116)
‘Inayatul
‘Ulya (181123106)
Wira sugiarto, S.IP.,M.Pd.I
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH DAN KEGURUAN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN) BENGKALIS
T.A. 2025M/1446H
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Syukur
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam dengan mengangkat
judul tentang “Aliran-Aliran
Dalam Filsafat Pendidikan”. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai panutan dan ikutan terbaik bagi
umat yang membawa cahaya islam.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas kelompok pada mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam. Tujuan pembuatan makalah ini adalah
tidak lain dan tidak bukan untuk lebih menambah dan memperdalam pengetahuan
kita tentang aliran-aliran filsafat dalam pendidikan yang merupakan salah satu
bagian dari materi inti pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini
terdapat kesalahan dan kekurangan dari segi apapun yang belum kami ketahui.
Untuk itu, kritikan dan saran sangat kami harapkan agar kedepannya kami bisa
memperbaiki kesalahan kami demi terciptanya sebuah karya tulis ilmiah yang
sesuai dengan kaidah penulisannya.
Wassalamualaikum wr. wb
Bengkalis, 10 April 2025
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A.
Latar belakang........................................................................................................... 1
B.
Rumusan masalah...................................................................................................... 2
C.
Tujuan........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 3
A.
aliran filsafat Idealisme.............................................................................................. 3
B.
aliran filsafat Realisme............................................................................................... 4
C.
aliran filsafat Perenialisme......................................................................................... 5
D.
aliran filsafat Eksistensialisme................................................................................... 6
E.
aliran filsafat Pragmatisme......................................................................................... 7
F.
aliran filsafat Sosialisme............................................................................................ 8
G. aliran filsafat Progresivisme....................................................................................... 9
H. aliran
filsafat Reconstructivism................................................................................. 11
I.
aliran filsafat Esensialisme......................................................................................... 13
BAB III PENUTUP............................................................................................................. 16
A.
Kesimpulan................................................................................................................ 16
B.
Saran.......................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan Islam, sebagai proses
pembinaan manusia menuju kesempurnaan akhlak dan ketakwaan kepada Allah
SWT, tidak dapat dilepaskan dari
landasan filosofis yang melandasinya.
Memahami aliran-aliran dalam filsafat pendidikan Islam merupakan kunci
untuk mengurai keragaman pendekatan dan metode pendidikan yang telah dan masih
dikembangkan dalam konteks keislaman.
Perjalanan panjang sejarah pendidikan Islam telah melahirkan berbagai
pemikiran dan interpretasi terhadap Al-Qur'an dan Sunnah, menghasilkan keragaman metodologi dan tujuan
pendidikan yang mencerminkan konteks sosial, budaya, dan intelektual
masing-masing zaman. Makalah ini akan
menelusuri latar belakang munculnya berbagai aliran dalam filsafat pendidikan
Islam, menunjukkan bagaimana perbedaan
interpretasi terhadap teks-teks suci dan realitas sosial telah membentuk
pendekatan pendidikan yang beragam,
serta menunjukkan implikasinya
bagi perkembangan pendidikan Islam kontemporer.
Perlu dipahami bahwa "aliran" dalam konteks filsafat
pendidikan Islam bukanlah sekedar pembagian yang kaku dan ekslusif. Lebih tepatnya, ini merupakan spektrum pemikiran yang saling
berkaitan dan berinteraksi. Terdapat
kesinambungan dan pengaruh timbal balik antar aliran, serta
interpretasi yang beragam
terhadap konsep-konsep kunci seperti
tujuan pendidikan, peran pendidik
dan peserta didik, dan metode
pembelajaran. Perbedaan interpretasi
ini seringkali berakar pada
perbedaan pendekatan
terhadap teks-teks suci, pengalaman sejarah, dan konteks sosial-budaya tempat pemikiran tersebut berkembang. Misalnya,
perbedaan penafsiran terhadap
konsep "tazkiyatun
nafs" (penyucian jiwa) dapat menghasilkan
pendekatan pendidikan yang
berbeda, mulai dari
penekanan pada aspek
spiritual dan tasawuf
hingga pada pengembangan
intelektual dan keterampilan.
Oleh karena itu, memahami latar belakang perkembangan
aliran-aliran dalam filsafat pendidikan Islam
memerlukan pendekatan yang
holistik, memperhatikan aspek
teologis, filosofis, sosial,
dan politik. Makalah ini
akan mencoba menelusuri
perkembangan ini untuk
memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang
keragaman pemikiran dan
praktik pendidikan Islam
serta implikasinya bagi
masa kini dan
masa mendatang. Dengan
memahami latar belakang
ini, kita dapat
mengapresiasi kekayaan pemikiran
pendidikan Islam dan
mengembangkan sistem pendidikan
yang lebih relevan,
komprehensif,
dan transformatif.
B.
Rumusan masalah
1. Apa itu aliran filsafat Idealisme?
2. Apa itu aliran filsafat Realisme?
3. Apa itu aliran filsafat Perenialisme?
4. Apa itu aliran filsafat Eksistensialisme?
5. Apa itu aliran filsafat Pragmatisme?
6. Apa itu aliran filsafat Sosialisme?
7. Apa itu aliran filsafat Progresivisme?
8. Apa itu aliran filsafat Reconstructivism?
9. Apa itu aliran filsafat Esensialisme?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang aliran Idealisme
2. Untuk mengetahui tentang aliran Realisme
3. Untuk mengetahui tentang aliran Perenialisme
4. Untuk mengetahui tentang aliran Eksistensialisme
5. Untuk mengetahui tentang aliran Pragmatisme
6. Untuk mengetahui tentang aliran Sosialisme
7. Untuk mengetahui tentang aliran Progresivisme
8. Untuk mengetahui tentang aliran Reconstructivism
9. Untuk mengetahui tentang aliran Esensialisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran Idealisme
Aliran filsafat Idealisme
merupakan suatu aliran filsafat yang mengagungkan jiwa. Pertemuan antara jiwa
dan cita melahirkan suatu angan-angan, yaitu dunia idea. Pokok pemikiran
Idealisme ialah: (1) menyakini adanya Tuhan sebagai ide tertinggi dari kejadian
alam semesta ini; (2) Dunia adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis
dan bersifat spiritual; (3) Kenyataan sejati ialah bersifat spiritual; (4)
Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh lebih berharga dan lebih
tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia; (5) Idealisme menganggap bahwa
pengetahuan adalah sesuatu yang muncul dan terlahir dari kejadian di dalam jiwa
manusia; dan (6) Menurut idealisme, tujuan pendidikan untuk menciptakan manusia
yang berkepribadian mulia dan memiliki taraf kehidupan rohani yang lebih tinggi
dan ideal serta memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat.
Idealisme adalah aliran
filsafat yang memandang bahwa kenyataan (realita) yang ada dalam kehidupan alam
bukanlah suatu kebenaran yang hakiki, melainkan hanya gambaran dari ide-ide
yang ada didalam jiwa atau spirit manusia.Idealisme berorientasi kepada
ide-ide, kepada jiwa, kepada spiritualitas, kepada hal-hal yang ideal (serba
cita), kepada norma-norma yang mengandung kebenaran muthlak dan kesedian
berkorban serta kepada personalitas (kepribadian) manusia.[1] Dalam
idealisme terbagi dua realitas yaitu:
a.
Yang tampak: apa yang kita
alami setiap hari, yang mengakami perubahan, dimana ada dua kutub yang saling
berlawanan. Disini terdapat ketidaksempurnaan, ketidakteraturan, alam kesulitan
b.
Alam realitas: merupakan
alam yang ideal, sejati dan murni dan adanya keteraturan.
Dari kedua alam tersebut nyatalah bahwa alam ideal
merupakan yang berisi kemutlakan, sejati, murni, dan suci. Tetapi, alam ini
sangat berbeda dari yang tampak, dimana dalam ala mini kesempurnaan bertahta,
yang tidak perlu mengalami perubahan.Penetapan ini menyatakan bahwa alam
pikiran itu lebih tinggi daripada alam dunia. Sebagaimana yang dijelaskan
tentang aliran filsafat Idealisme diatas, kami sebagai pemakalah memahami bahwa
aliran ini lebih menekankan pada kekuatan jiwa, pikiran, dan ide sebagai
kenyataan yang sejati. Menurut pandangan ini, dunia yang kita lihat sehari-hari
bukanlah kebenaran yang mutlak, melainkan hanya bayangan dari dunia ideal yang
sempurna.
Idealisme mengajarkan bahwa hal-hal yang bersifat spiritual
dan rohani lebih tinggi nilainya dibandingkan materi. Oleh karena itu,
pendidikan dalam pandangan idealisme bertujuan untuk membentuk manusia yang
berkepribadian mulia, memiliki nilai-nilai kebenaran, serta tanggung jawab
terhadap masyarakat. Pengetahuan sejati pun diyakini muncul dari dalam diri
manusia, bukan hanya dari pengalaman lahiriah.
B. Aliran Realisme
Aliran filsafat realisme
adalah suatu aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi sesuatu yang
benar-benar ada atau terjadi. Dunia ini mempunyai hakikat realitas terdiri dari
dunia fisik dan dunia rohani. Pokok pemikiran realisme yaitu:
a.
Pengetahuan adalah
gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata. Hal ini tidak
ubahnya seperti sebuah gambar hasil lensa kamera yang merupakan representasi
dari gambar aslinya.
b.
Suatu teori dianggap benar
bila memang riil, dan secara subtantif ada, dan memang benar, bukan menyajikan
fiksi.
c.
Konsep filsafat menurut
realisme adalah Metafisika-realisme, Humanologi-realisme,
Epistemologi-realisme, dan Aksiologi-realisme.
d.
Hakikat realitas adalah
terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani.
e.
Pendidikan lebih dihargai
dari pada pengajaran sebab pendidikan mengembangkan semua kemampuan manusia.
Dimana konsep dasar filsafat menurut aliran ini adalah:
a. Metafisika-realisme: Kenyataan yang sebenarnya
hanyalah kenyataan fisik (materialisme),
kenyataan material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari
berbagai kenyataan (pluralisme)
b. Humanologi-realisme: Hakekat manusia terletak pada apa yang
dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks yang mempunyai
kemampuan berpikir.
c. Epistemologi-realisme: Kenyataan hadir dengan
sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan
dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui penginderaan.
Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan
memeriksa kesesuaiannya dengan fakta.
d. Aksiologi-realisme: Tingkah laku manusia diatur oleh
hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih rendah
diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam
kehidupan.
Kami sebagai pemakalah memahami bahwa realitas sejati
menurut pandangan ini adalah segala sesuatu yang benar-benar ada dan dapat
dibuktikan secara nyata, baik yang bersifat fisik maupun rohani. Realisme
menekankan bahwa pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang dapat diindra
dan dibuktikan, sehingga apa yang benar adalah yang secara faktual memang ada,
bukan sekadar angan-angan atau gagasan.
Dalam pandangan realisme, manusia dipandang sebagai
makhluk yang mampu berpikir dan bertindak berdasarkan hukum alam dan kebiasaan
hidup. Pendidikan menurut realisme memiliki peran penting karena mampu
mengembangkan seluruh potensi manusia secara nyata, bukan hanya sebatas
pemberian informasi atau pengajaran.
C. Aliran Perenialisme
Aliran perenialisme sangat
dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya: Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Asas
yang dianut perenialisme bersumber pada filsafat kebudayaan yang berkiblat dua,
yaitu: a. perenialisme yang theologis bernaung di bawah supremasi geraja
Katolik, dengan orientasi pada ajaran dan tafsir Thomas Aquinas, dan b.
perenialisme sekuler berpegang pada ide dan cita filosofis Plato dan
Aristoteles.[2]
Pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi
dari pada hukum universal yang abadi dan sempurna, yakni ideal, sehingga
ketertiban sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran, asas normatif
dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin
yang sadar dan mepraktekkan asas-asas normatif itu dalam semua aspek kehidupan.
Perenialisme melihat bahwa
akibat dari kehidupan zaman modern telah menimbulkan banyak krisis di berbagai
bidang kehidupan umat manusia. Untuk mengatasi krisis ini perenialisme
memberikan jalan keluar berupa “kembali kepada kebudayaan masa lampau
(regressive road to culture)”.[3]
Perenialisme mengambil
jalan regresif karena mempunyai pandangan bahwa tidak ada jalan lain kecuali
kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan
zaman Yunani Kuno dan Abad Pertengahan. Yang dimaksud dengan ini adalah
kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai pengetahuan, realitas, dan nilai
dari zaman tersebut. Aliran filsafat Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan
harus kembali pada nilai-nilai abadi yang berasal dari zaman Yunani Kuno dan
Abad Pertengahan. Aliran ini terbagi menjadi dua, yaitu perenialisme teologis
yang dipengaruhi oleh ajaran Thomas Aquinas dan berorientasi pada gereja
Katolik, serta perenialisme sekuler yang merujuk pada gagasan Plato dan
Aristoteles.
Perenialisme menilai bahwa
krisis zaman modern muncul karena manusia menjauh dari nilai-nilai universal
yang bersifat tetap dan ideal. Oleh karena itu, pendidikan harus diarahkan untuk
membentuk pemimpin yang berpegang pada prinsip-prinsip normatif dan nilai-nilai
kebenaran yang bersifat universal dan abadi.
D. Aliran Eksistensialisme
Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata “eks“ yang berarti diluar dan “sistensi”
yang berarti berdiri atau menempatkan,
jadi secara luas eksistensi dapat diartikan sebagai berdiri sendiri
sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya. Adapun eksistensialisme menurut
pengertian terminologinya adalah suatu aliran dalam ilmu filsafat yang
menekankan segala sesuatu terhadap manusia dan segala sesuatu yang
mengiringinya, dan dimana manusia dipandang sebagai suatu makhluk yang harus
bereksistensi atau aktif dengan sesuatu yang ada disekelilingnya. Menurut
penulis aliran filsafat eksistensialisme adalah pandangan yang memusatkan
perhatian pada keberadaan (eksistensi) individu sebagai kenyataan yang paling
mendasar.
1. Tokoh-tokoh aliran eksistensialisme
a. Kari jaspers
Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang mengunakan semua
pengetahuan obyektif dan memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia
kepada jati dirinya.
b. Soren Aabye Kiekeegard
Mengedepankan teori bahwa eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang kaku dan statis tetapi senantiasa terbentuk. Sifatnya hanya sebagai spekulasi menuju sesuatu yang nyata dan pasti.
c. Jeanpaul Sartre
Manusia yang bereksistensi adalah
makhluk yang hidup dan berada dengan
sadar dan begas dari diri sendiri. Ini adalah salah satu statement dan mungkin
bernilai teori yang terkenal darinya.
d. Martin Heidegger
Inti pemikirannya adalah memusatkan semua hal kepada manusia dan
mengembalikan semua masalah apapun kepada manusia sebagai objek dari masalah
tersebut.[4]
E. Aliran Pragmatisme
Kata pragmatisme berasal dari bahasa
Inggris pragmatis dan bahasa Yunani pragma yang memiliki arti sesuatu yang
dilakukan, tindakan, kerja atau konsekuensi. Aliran pragmatisme bekembang luas
di era modern dan mempengaruhi sistem pendidikan di Dunia khususnya ilmu-ilmu
pengetahun dan teknologi. Filsafat pragmatisme menentukan nilai pengetahuan
berdasarkan kegunaan praktisnya. Kegunaan praktis bukan berarti pengakuan
kebenaran objektif dengan kriteria praktek, tetapi apa yang memenuhi
kepentingan-kepentingan subjektif individu.[5]
Pragmatisme merupakan gerakan filsafat
yang lahir di Amerika pada akhir abad 19 M dan mapan secara teoritis hingga
akhir abad 20 M. Gerakan pragmatisme kemudian menjadi paham yang berkembang
pesat dalam tatanan fikir masyarakat Barat dan menjadi mashur selama satu abad
terakhir di seluruh Dunia. Ada tiga tokoh yang dianggap cukup berjasa dalam
melahirkan dan mengembangkan filsafat pragmatisme yaitu Charles S. Pierce pada
Tahun 1839 hingga 1914 Masehi, Williem James pada tahun 1842 hingga 1910 dan
John Dewey pada Tahun 1859 hingga 1952 Masehi. Aliran ini berusaha mendamaikan
dua aliran sebelumnya yaitu empirisme dan idealisme yang dianggap tidak
merepsentasikan hakikat dari teori sebagai sesuatu yang bernilai pragmatis.[6]
Menurut Charles S. Piearce, pragmatisme
adalah suatu metode refleksi yang memiliki tujuan membuat ide-ide menjadi
jelas. Menurutnya, pragmatisme adalah sebuah alat metodologis yang berfungsi
untuk menguji coba ide menjadi bernilai realistis. Dalam maksimnya, Charles S.
Piearce merumuskan pragmatis sebagai untuk menegaskan makna dari konsepsi intelektual,
menurutnya seseorang haruslah mempertimbangkan apa konsekuensi-konsekuensi
praktis yang mungkin masuk akal dan menghasilkan keniscayaan dari kebenaran
konsepsi tersebut.[7]
Kalangan pragmatisme menganggap bahwa realitas bukanlah sesuatu yang abstrak,
ia lebih sebagai pengalaman yang terus berubahubah dan transaksional. Realitas
tidaklah terbakukan, melainkan akan berubahan dari masa kemasa karena
pengalaman manusian yang semakin meluas. Menurut kalangan pragmatisme, apa yang
benar hari ini kemungkinan besar akan berbeda di esok hari. Menurut
pragmatisme, kita hidup dikalangan dinamis yang mengalami perubahan terus
menerus sehingga hal ini juga menjadikan dasar kepada hukum-hukum dasar ilmiah
yang selalu berubah. Bagi pragmatisme, pengetahuan terbatas yang dimiliki
manusia harus dinyatakan dalam istilah probabilitas dari pada istilah absolut
sehingga standar kebenaran pragmatisme berawal dari peluang-peluang dari
berbagai kemungkinan kejadian yang diciptakan.[8]
F. Aliran Sosialisme
Sosialisme adalah salah satu ideologi
yang berpengaruh besar dalam dunia politik internasional di sekitar abad ke-19.
Menguraikan sosialisme ini, namun demikian bukanlah perkara yang mudah. Ian
Adams, dalam bukunya yang berjudul Ideologi Politik Mutakhir, menuliskan bahwa
dari semua ideologi, sosialisme mungkin yang paling sulit untuk diuraikan
(Adams, 1993: 157). Kesulitan tersebut muncul karena sulitnya menentukan
sosialisme yang 'sejati' karena pada perkembangannya ada banyak ragam
sosialisme, termasuk di dalamnya sosialisme Marx-ian yang memiliki pengaruh
sangat besar, bahkan hingga saat ini (Adams, 1993: 157). Terlepas dari
persoalan tersebut, peneliti dalam hal ini akan tetap berusaha untuk memberi
batasan yang sejelas-jelasnya tentang sosialisme yang dimaksud di dalam
penelitian ini. Guna mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang ideologi
ini, akan diuraikan terlebih dahulu pengertian sosialisme dari tiga sudut
pandang, yaitu sudut pandang etimologis, historis, dan terminologis. Dari
ketiga sudut pandang tersebut, peneliti selanjutnya akan berusaha untuk
menggali corak umum dari variasivariasi sosialisme tersebut, sehingga
didapatkan ciri-ciri pemikiran sosialisme yang selanjutnya akan dijadikan
sebagai objek utama analisis dalam penelitian ini.
Secara etimologi, istilah sosialisme atau dalam bahasa Inggris disebut
dengan istilah socialism berasal dari bahasa Perancis, yaitu “sosial” yang
berarti “kemasyarakatan”. Secara historis, istilah sosialisme pertama kali
muncul di Perancis sekitar tahun 1830. Umumnya sebutan itu dikenakan bagi
aliran atau pandangan yang masing-masing hendak mewujudkan masyarakat yang
berdasarkan pada hak milik bersama terhadap alat-alat produksi, dengan maksud
agar produksi tidak lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau lembaga perorangan
atau swasta yang hanya memperoleh laba, semata-mata untuk melayani kebutuhan
masyarakat. Secara terminologi, istilah sosialisme dipahami secara
bermacam-macam oleh para tokoh. Franz Magnis-Suseno misalnya, menulis bahwa
sosialisme merupakan, (1) ajaran dan gerakan yang menganut nya bahwa keadaan
sosial tercapai melalui penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi,
(2) Keadaan masyarakat di mana hak milik pribadi atas alat-alat produksi telah
dihapus (Franz Magnis Suseno, 2001: 270).Selain itu ada juga Sosialisme Ilmiah
yang diklaim oleh Karl Marx. Marx mengklaim bahwa sosialismenya adalah
sosialisme ilmiah. Sosialisme ilmiah, sosialisme (dalam arti (1) yang mau
memperlihatkan dengan meniliti hukum-hukum perkembangan masyarakat bahwa
sosialisme (dalam arti (2)) pasti akan datang (Magnis Suseno, 2001: 270-271).[9]
G. Aliran Progresivisme
Menurut bahasa istilah progresivisme berasal dari kata
progresif yang artinya bergerak maju. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa kata progresif
diartikan sebagai ke arah kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan sekarang; dan
bertingkat-tingkat naik. Dengan demikian, secara singkat progresif dapat
dimaknai sebagai suatu gerakan perubahan menuju perbaikan. Sering pula istilah
progresivisme dikaitkan dengan kata progres, yaitu kemajuan. Artinya
progesivisme merupakan salah satu aliran yang menghendaki suatu kemajuan, yang
mana kemajuan ini akan membawa sebuah perubahan. Pendapat lain menyebutkan
bahwa progresivisme sebuah aliran yang mengingikan kemajuan-kemajuan secara
cepat. Aliran progresivisme merupakan salah satu aliran filsafat pendidikan
yang berkembang pada abad ke XX dan memiliki pengaruh dalam pembaharuan dunia
pendidikan.
Progressivisme berasal dari gerakan reformasi umum
dalam masyarakat Amerika dan kehidupan politik pada akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20.Progresivisme muncul sebagai reaksi terhadap pendidikan tradisional
yang otoriter. Perkembangannya pesat di abad
ke-20, terutama di Amerika Serikat, dipengaruhi oleh pembaharuan
sosial dan pendidikan di Eropa. Tokoh-tokoh kunci yang memengaruhi
aliran ini antara lain Charles S. Peirce, William James, John Dewey, Francis
Bacon, John Locke, dan J.J. Rousseau. Pemikiran Johann Heinrich
Pestalozzi (yang menekankan pendidikan holistik dan berbasis pengalaman),
Sigmund Freud (yang menyorot dampak lingkungan dan pengasuhan pada perkembangan
anak), dan John Dewey (yang memimpin gerakan anti-tradisionalisme) juga sangat
berpengaruh. Secara singkat, progresivisme lahir dari ketidakpuasan
terhadap sistem pendidikan tradisional dan berkembang berkat pengaruh berbagai
tokoh filsafat dan psikologi.
Progresivisme memiliki sebuah konsep yang didasari oleh
pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia memiliki kemampuan yang wajar dan
dapat menghadapi dan mengatasi problematika yang bersifat menekan dan mengancam
adanya manusia itu sendiri. Sehubungan dengan hal demikian progresivisme
menolak adanya pendidikan yang bersifat otoriter. Alasan penolakannya
didasarkan bahwa pendidikan yang bersifat otoriter dapat diperkirakan akan
mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan pendidikan. Karena dianggap kurang
menghargai dan memberikan tempat semestinya kepada siswa dalam proses
pendidikannya.
Inti perhatian dari progresivisme adalah untuk
mendorong kemajuan atau progress dari ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang
progresivisme merupakan bagian utama dari suatu budaya. Disamping kemajuan atau
progress yang menjadi inti perhatian, progresivisme juga memperhatikan lingkungan
dan pengalaman. Berkaitan dengan inti utama perhatian progresivisme, ide-ide,
teori-teori atau cita-cita hanya cukup diakui sebagai hal yang ada, tetapi yang
ada itu harus dicari artinya bagi suatu kemajuan demi kebaikan.[10]
Berdasarkan pemaparan di atas, menurut kami aliran
progresivisme adalah aliran filsafat yang menekankan pada kemajuan. Esensi
progresivisme terletak pada dorongan untuk kemajuan ilmu penegtahuan dan
penerapannya untuk kebaikan.
Progresivisme menawarkan pendekatan yang lebih baik
dari pada system pendidikan tradisional yang kaku. Namun, penerapannya di dunia
nyata masih memerlukan evaluasi berekelanjutan untuk memastikan bahwa prinsip
progresivisme benar-benar diimplementasikan secara efektif dan merata di setiap
sekolah.
Kata reconstructivism berasal dari bahasa inggris
reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam kamus Oxford, to reconstruct
bermakna to build or to form (something) again after it has been damaged or
destroyed. Dalam kamus ilmiah, rekonstruksi berarti kehidupan yang merancang
dan baru. Dalam KBBI, Rekonstruksi memiliki arti pengembalian seperti semula;
penyusunan (penggambaran) kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran
membangun tata hidup kebudayaan yang menjawab permasalahan-permasalahan dunia
modern, bukan dengan kembali pada kebiasaan lama yang dianggap mampu memecahkan
masalah era sekarang ini. Aliran reconstructivism pada dasarnya berangkat dari
titik tolak yang sama dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan
modern. Sementara menurut Imam Barnadib, reconstructivism sebagai filsafat
pendidikan menghendaki anak didik agar dibangkitkan kemampuannya untuk secara
rekonstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan
masyarakat, sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Aliran rekonstruksionisme merupakan aliran yang melihat semua gejala yang
berasal dari keberadaan, yaitu cara manusia berada di dunia yang berbeda dari
keberadaan materi. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan
aliran perenialisme, yaitu hendak melampaui krisis kebudayaan modern. Kedua
aliran tersebut, aliran rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa
zaman modern merupakan zaman yang tatanan sosialnya terganggu oleh kehancuran,
kebingungan dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran
rekonstruksionisme tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran
perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan
yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan.
Aliran perennialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam
kebudayaan lama atau dikenal dengan regressive road culture yang mereka anggap
paling ideal. Sementara itu, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan
antar sesama manusia, agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu
tatanan yang harmonis bagi kemanusiaan dan juga seluruh lingkungannya. Maka,
proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak
tata susunan lama dan membangun tata kelola yang baru. Untuk mencapai tujuan
utama tersebut diperlukan kerjasama antara seluruh elemen umat manusia, Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas
kemanusiaan yang menjadi tanggungjawab semua bangsa dan individu. Karenanya
pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat dapat diwujudkan
melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar, sehingga
terbentuk tatanan dunia baru yang harmonis dalam pengawasan umat manusia.
Dalam dunia pendidikan aliran rekonstruksionisme ini
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pada peserta didik terkait dengan
masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang bersifat umum. Sehingga
peserta didik memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dari
permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi. Dan dengan cara ini juga dapat
meningkatkan keterampilan berpikir para peserta didik.[11]
Berdasarkan pemaparan diatas, menurut kami aliran
rekonstruksionisme ini bisa disimpulkan
sebagai suatu aliran dalam filsafat pendidikan yang berusaha untuk
merombak atau menyusun kembali suatu tata susunan lampau dan membangun tata
susunan kebudayaan baru yang bersifat modern. Aliran ini berharap pendidikan
dapat merubah tatanan social masyarakat, perokonomian masyarakat, mengubah
segala bentuk apapun yang ada di masyarakat.
Pada saat ini, prinsip rekontruksionisme ini belum
diterapkan sepenuhnya dengan benar di semua system pendidikan. Hal ini bisa
dibuktikan dengan masih adanya system pendidikan yang berfokus pada penguasaan
pengetahuan factual dan menghafal, bukan pada pengembangan kemapuan berpikir
kritis dan pemecahan masalah. Padahal tujuan dari aliran ini adalah untuk
menumbuhkan kesadaran pada peserta didik terkaiit dengan masalah sosial,
ekonomi dan lainnya, yang bisa didapatkan dengan cara berpikir kritis.
Tokoh-tokoh
aliran Rekontruksionisme dan pemikirannya adalah sebagai berikut:
- George
Counts (1889-1974): Memperjuangkan pendidikan sebagai alat untuk mengubah
masyarakat, menekankan pentingnya pendidikan untuk membangun masyarakat
yang adil dan demokratis, dan berpendapat bahwa pendidikan harus membekali
siswa dengan keterampilan dan pengetahuan untuk menganalisis dan mengubah
struktur sosial.
- Paulo
Freire (1921-1997): Tokoh pendidikan yang sangat berpengaruh dalam gerakan
pendidikan orang dewasa, menekankan pentingnya pendidikan pembebasan
(liberation education) bagi kaum tertindas, dan berpendapat bahwa
pendidikan harus membantu individu untuk memahami dan mengubah kondisi
sosial yang menindas mereka.
- Theodore
Brameld (1904-1987): Menekankan pentingnya pendidikan untuk mengatasi
masalah sosial, seperti perang, kemiskinan, dan diskriminasi, dan
erpendapat bahwa pendidikan harus menjadi alat untuk membangun masyarakat
yang damai, adil, dan berkelanjutan.
I. Aliran Esensialisme
Filsafat pendidikan esensialisme ini muncul pada awal
tahun 1930, dengan
beberapa orang pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Brigger,
Frederick Breed, dan Isac L Kandel. Pada tahun 1983, mereka membentuk suatu
lembaga yang disebut
"The esensialist commite for the advanced of American
Education". Bagley sebagai pelopor esensialisme adalah seorang guru besar
pada "teacher college",
Columbia University. Ia yakin bahwa fungsi utama sekolah
adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda.[12]
Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak
pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan
kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Pendapat ini
dikemukakan oleh Jalaluddin dkk yang dikutip dari pendapat Zuhairini. Dengan
artian. esensialisme ingin kembali ke masa dimana nila-nilai kebudayaan itu
masih tetap terjaga, yang nilai itu tersimpul dalam ajaran para filosof, ahli
pengetahuan yang agung, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka kekal."
Konsep pendidikan esensialisme ini bahwasanya sekolah
harus melatih, mengajar atau mendidik peserta didik agar memiliki komunikasi
dengan jelas dan logis. Keterampilan inti kurikulum harus berupa membaca, menulis,
berbicara dan berhitung. Selain itu juga, sekolah memiliki tanggungjawab untuk
memperhatikan penguasaan peserta didik terhadap keterampilan tersebut, karena
implementasi kurikulum membutuhkan dukungan media, sarana, dan lingkungan yang
memadai. Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah bersifat praktis dan
memberi pengajaran yang logis dan mampu mempersiapkan suatu keterampilan bagi
para peserta didik. Dalam hal ini, sekolah tidak boleh memengaruhi atau
menetapkan kebijakan sosial. Dalam konsep esensialisme pendidikan bertujuan
untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti
yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama. Kurikulum
yang digunakan adalah kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan berpangkal
pada landasan ideal dan organisasi yang kuat. Penguasaan materi kurikulum
tersebut merupakan dasar yang bersifat esensialisme genarl education yang
diperlukan dalam hidup. Peran sekolah adalah untuk memelihara dan menyampaikan
warisan budaya dan sejarah pada generasi muda dewasa ini, melalui hikmat
dan
pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisional. Guru memiliki peran
lebih khusus, di mana guru dianggap sebagai seorang yang menguasai lapangan,
subjek khusus dan merupakan model yang baik untuk digugu dan ditiru.
Tokoh
filsafat esensialisme beserta pemikirannya:
- Johan
Friedrich Herbart (1776-1841): Tujuan pendidikan adalah
menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan, melalui proses
pengajaran yang menekankan kesusilaan.
- William
T. Harris (1835-1909): Pendidikan bertujuan membuka realitas berdasarkan
susunan yang tak terelakkan dan bersendikan kesatuan spiritual. Sekolah
berperan memelihara nilai-nilai dan membimbing penyesuaian individu pada
masyarakat.
- Georg
Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831): Menyatakan sintesis antara
ilmu pengetahuan dan agama, menggunakan landasan spiritual.
Sejarah, menurut Hegel, adalah manifestasi berpikir
Tuhan, sebuah proses dinamis yang diatur oleh hukum-hukum tertentu.
- George
Santayana: Mensintesis idealisme dan realisme. Beliau
berpendapat nilai tidak dapat ditandai dengan konsep tunggal, karena
minat, perhatian, dan pengalaman individu menentukan kualitas nilai
tersebut. Meskipun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai,
individu tetap aktif menentukan nilai-nilai tersebut.
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan
pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sintsme dari gerakan
progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya sosial.
Menurut Esensialisme, nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara
berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama
beratus-ratus tahun, dan didalamnya herakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang
telah teruji dalam perjalanan waktu.
Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah
bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji ketangguhannya dan kekuatannya
sepanjang masa. Esensialisme ialah suatu aliran filsafat yang merupakan
perpaduan ide filsafat idealisme objektif di satu sisi dan realisme objektif di
sisi lainnya. Oleh karena itu wajar jika ada yang mengatakan Plato-lah sebagai
peletak asas-asas filosofis aliran ini, ataupun Aristoteles dan Democratos
sebagai peletak dasar-dasarnya. Kendatipun kemunculan aliran ini di dasari oleh
pemikiran filsafat idealisme Plato dan realisme Aristoteles, namun bukan
berarti kedua aliran ini lebur kedalam paham esensialisme.
Aliran filsafat essensialisme pertama kali muncul
sebagai reaksi atas simbolisme mutlak dan dogmatisme abad pertengahan. Filsafat
ini menginginkan. agar manusia kembali kepada kebudayaan lama karena kebudayaan
lama telah. banyak melakukan kebaikan untuk manusia.
Dari paparan di atas dapat menurut kami sebagai
pemakalah, prinsip-prinsip Ajaran filsafat Esensialisme adalah sebagai berikut:
1.
Esensialisme berakar pada ungkapan realisme objektif dan idealisme objektif
yang modern, yaitu alam semesta diatur oleh hukum alam sehingga tugas manusia
memahami hukum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan pengelolaannya.
2.
Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan
budaya. Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilai yang kukuh, tetap dan stabil
3. Nilai
(kebenaran bersifat korespondensi) berhubungan antara gagasan dengan fakta
secara objektif.
4.
Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merefleksikan humanisme klasik
yang berkembang pada zaman renaissance.[13]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tinjauan komprehensif terhadap berbagai
aliran filsafat pendidikan yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap
perkembangan teori dan praktik pendidikan. Aliran-aliran yang dibahas meliputi
idealisme, realisme, perenialisme, eksistensialisme, pragmatisme, sosialisme,
progresivisme, rekonstruktivisme, dan esensialisme. Setiap aliran filsafat menawarkan
kerangka pemikiran yang berbeda mengenai hakikat manusia, tujuan pendidikan,
peran guru dan siswa, serta metode pembelajaran yang dianggap ideal.
Pemahaman yang mendalam tentang
aliran-aliran filsafat pendidikan memiliki implikasi yang sangat penting bagi
para pendidik dan calon pendidik. Dengan memahami landasan filosofis yang
mendasari praktik pendidikan, pendidik dapat mengembangkan pendekatan
pembelajaran yang lebih efektif, relevan, dan sesuai dengan kebutuhan peserta
didik. Selain itu, pemahaman ini juga membekali pendidik dengan kemampuan untuk
menganalisis dan mengevaluasi kurikulum, metode pengajaran, dan sistem
pendidikan secara kritis.
Melalui eksplorasi terhadap aliran-aliran
filsafat pendidikan ini, diharapkan dapat memberikan wawasan yang luas dan
mendalam kepada pembaca, serta mendorong pengembangan pemikiran filosofis yang
berkelanjutan dalam bidang pendidikan. Tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan
sistem pendidikan yang lebih baik dan mampu menghasilkan generasi penerus bangsa
yang berkualitas, berakhlak mulia, dan mampu menghadapi tantangan zaman.
B.
Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan kritikan
dan saran dari para pembaca dan pendengar agar kedepannya kami bisa memperbaiki
kesalahan tersebut serta bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Afi rizqiyah, Progresivisme Dan Rekontruksionisme Dalam
Perspektif Pendidikan Islam, Jurnal pendidikan islam, vol. 9 no. 1 (2024),
hal.7
Agustinus Pratisto Trinarso, dkk., Meninjau Ulang Dan
Menyikapi Pragmatisme Dewasa Ini, (Surabaya: Fakultas Filsafat Universitas
Katolik Widya Mandala, 2015), hlm. 47-48.
Amannudin, dkk, “Makalah filsafat teori pendidikan progressivismeumsida.”
(Universitas Muhammadiyah, Sidoarjo, 2019)
Amannudin, dkk. (2019). Makalah filsafat teori
pendidikan progressivisme. Sidoarjo: Universitas Muhammadiyah.
Fauziah Nurdin, Kebenaran Menurut Pragmatisme Dan
Tanggapannya Terhadap islam, Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. 13. No. 2,
Februari, 2014, hlm. 188.
George R. Night, Filsafat Pendidikan, Terjm. Mahmud Arif,
(Yogyakarta: Gama Media, 2007), hlm. 111-112.
Juanda, Anda. (2016). Aliran-aliran Filsafat Landasan Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: CV. CONFIDENT.
Noor Syam, Muhammad.(1978). Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang:
Penerbit IKIP.
rizqiyah, A,
dkk. (2024). Progresivisme Dan Rekontruksionisme Dalam Perspektif Pendidikan
Islam. Jurnal pendidikan islam. 9 (1).
Sadullah, U. (2008).
Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Saragih, H, dkk. (2021). Filsafat Pendidikan.
Jawa Timur: Yayasan Kita Menulis.
Sunarto, Pragmatisme John Dewey (1859-1952) dan Sumbangannya Terhadap Dunia Pendidikan, Proceedings International Seminar FoE “Faculty of Education”, Vol. 1 Mei 2016, hlm. 152
Zuhairini dkk.(1995). Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar