Senin, 09 Juni 2025

MAKALAH: FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

 

MAKALAH

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

DI SUSUN OLEH:

Putry Rahmadania (181123117)

Nur mutia sari (181123116)

‘Inayatul ‘Ulya (181123106)

 

DOSEN PENGAMPU:

Wira sugiarto, S.IP.,M.Pd.I


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JURUSAN TARBIYAH DAN KEGURUAN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN) BENGKALIS

T.A. 2025M/1446H




KATA PENGANTAR

 

Assalamualaikum wr. wb.

         Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam dengan mengangkat judul tentang Aliran-Aliran Dalam Filsafat Pendidikan”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai panutan dan ikutan terbaik bagi umat yang membawa cahaya islam.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam. Tujuan pembuatan makalah ini adalah tidak lain dan tidak bukan untuk lebih menambah dan memperdalam pengetahuan kita tentang aliran-aliran filsafat dalam pendidikan yang merupakan salah satu bagian dari materi inti pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan dari segi apapun yang belum kami ketahui. Untuk itu, kritikan dan saran sangat kami harapkan agar kedepannya kami bisa memperbaiki kesalahan kami demi terciptanya sebuah karya tulis ilmiah yang sesuai dengan kaidah penulisannya.

 

Wassalamualaikum wr. wb

Bengkalis, 10 April 2025

 

 

Penulis

 

 

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1

A.    Latar belakang........................................................................................................... 1

B.     Rumusan masalah...................................................................................................... 2

C.     Tujuan........................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 3

A.    aliran filsafat Idealisme.............................................................................................. 3

B.     aliran filsafat Realisme............................................................................................... 4

C.     aliran filsafat Perenialisme......................................................................................... 5

D.    aliran filsafat Eksistensialisme................................................................................... 6

E.     aliran filsafat Pragmatisme......................................................................................... 7

F.      aliran filsafat Sosialisme............................................................................................ 8

G.    aliran filsafat Progresivisme....................................................................................... 9

H.    aliran filsafat Reconstructivism................................................................................. 11

I.       aliran filsafat Esensialisme......................................................................................... 13

BAB III PENUTUP............................................................................................................. 16

A.    Kesimpulan................................................................................................................ 16

B.     Saran.......................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 17

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar belakang

Pendidikan Islam, sebagai proses pembinaan manusia menuju kesempurnaan akhlak dan ketakwaan kepada Allah SWT,  tidak dapat dilepaskan dari landasan filosofis yang melandasinya.  Memahami aliran-aliran dalam filsafat pendidikan Islam merupakan kunci untuk mengurai keragaman pendekatan dan metode pendidikan yang telah dan masih dikembangkan dalam konteks keislaman.  Perjalanan panjang sejarah pendidikan Islam telah melahirkan berbagai pemikiran dan interpretasi terhadap Al-Qur'an dan Sunnah,  menghasilkan keragaman metodologi dan tujuan pendidikan yang mencerminkan konteks sosial, budaya, dan intelektual masing-masing zaman.  Makalah ini akan menelusuri latar belakang munculnya berbagai aliran dalam filsafat pendidikan Islam,  menunjukkan bagaimana perbedaan interpretasi terhadap teks-teks suci dan realitas sosial telah membentuk pendekatan pendidikan yang beragam,  serta  menunjukkan implikasinya bagi perkembangan pendidikan Islam kontemporer.

Perlu dipahami bahwa  "aliran" dalam konteks filsafat pendidikan Islam bukanlah sekedar pembagian yang kaku dan ekslusif.  Lebih tepatnya,  ini merupakan spektrum pemikiran yang saling berkaitan dan berinteraksi.  Terdapat kesinambungan dan pengaruh timbal balik antar aliran,  serta  interpretasi yang beragam  terhadap konsep-konsep kunci seperti  tujuan pendidikan,  peran pendidik dan peserta didik,  dan metode pembelajaran.  Perbedaan interpretasi ini  seringkali  berakar pada  perbedaan  pendekatan terhadap  teks-teks suci,  pengalaman sejarah,  dan konteks sosial-budaya tempat  pemikiran tersebut berkembang.  Misalnya,  perbedaan  penafsiran  terhadap  konsep  "tazkiyatun nafs" (penyucian jiwa)  dapat  menghasilkan  pendekatan  pendidikan  yang  berbeda,  mulai  dari  penekanan  pada  aspek  spiritual  dan  tasawuf  hingga  pada  pengembangan  intelektual  dan  keterampilan.

Oleh karena itu,  memahami latar belakang perkembangan aliran-aliran dalam filsafat pendidikan Islam  memerlukan  pendekatan  yang  holistik,  memperhatikan  aspek  teologis,  filosofis,  sosial,  dan  politik.  Makalah ini  akan  mencoba  menelusuri  perkembangan  ini  untuk  memberikan  gambaran  yang  lebih  lengkap  tentang  keragaman  pemikiran  dan  praktik  pendidikan  Islam  serta  implikasinya  bagi  masa  kini  dan  masa  mendatang.  Dengan  memahami  latar  belakang  ini,  kita  dapat  mengapresiasi  kekayaan  pemikiran  pendidikan  Islam  dan  mengembangkan  sistem  pendidikan  yang  lebih  relevan,  komprehensif,  dan  transformatif.

B.     Rumusan masalah

1.      Apa itu aliran filsafat Idealisme?

2.      Apa itu aliran filsafat Realisme?

3.      Apa itu aliran filsafat Perenialisme?

4.      Apa itu aliran filsafat Eksistensialisme?

5.      Apa itu aliran filsafat Pragmatisme?

6.      Apa itu aliran filsafat Sosialisme?

7.      Apa itu aliran filsafat Progresivisme?

8.      Apa itu aliran filsafat Reconstructivism?

9.      Apa itu aliran filsafat Esensialisme?

C.     Tujuan

1.      Untuk mengetahui tentang aliran Idealisme

2.      Untuk mengetahui tentang aliran Realisme

3.      Untuk mengetahui tentang aliran Perenialisme

4.      Untuk mengetahui tentang aliran Eksistensialisme

5.      Untuk mengetahui tentang aliran Pragmatisme

6.      Untuk mengetahui tentang aliran Sosialisme

7.      Untuk mengetahui tentang aliran Progresivisme

8.      Untuk mengetahui tentang aliran Reconstructivism

9.      Untuk mengetahui tentang aliran Esensialisme

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Aliran Idealisme

Aliran filsafat Idealisme merupakan suatu aliran filsafat yang mengagungkan jiwa. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan, yaitu dunia idea. Pokok pemikiran Idealisme ialah: (1) menyakini adanya Tuhan sebagai ide tertinggi dari kejadian alam semesta ini; (2) Dunia adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual; (3) Kenyataan sejati ialah bersifat spiritual; (4) Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh lebih berharga dan lebih tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia; (5) Idealisme menganggap bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang muncul dan terlahir dari kejadian di dalam jiwa manusia; dan (6) Menurut idealisme, tujuan pendidikan untuk menciptakan manusia yang berkepribadian mulia dan memiliki taraf kehidupan rohani yang lebih tinggi dan ideal serta memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat.

Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa kenyataan (realita) yang ada dalam kehidupan alam bukanlah suatu kebenaran yang hakiki, melainkan hanya gambaran dari ide-ide yang ada didalam jiwa atau spirit manusia.Idealisme berorientasi kepada ide-ide, kepada jiwa, kepada spiritualitas, kepada hal-hal yang ideal (serba cita), kepada norma-norma yang mengandung kebenaran muthlak dan kesedian berkorban serta kepada personalitas (kepribadian) manusia.[1] Dalam idealisme terbagi dua realitas yaitu:

a.         Yang tampak: apa yang kita alami setiap hari, yang mengakami perubahan, dimana ada dua kutub yang saling berlawanan. Disini terdapat ketidaksempurnaan, ketidakteraturan, alam kesulitan

b.        Alam realitas: merupakan alam yang ideal, sejati dan murni dan adanya keteraturan.

Dari kedua alam tersebut nyatalah bahwa alam ideal merupakan yang berisi kemutlakan, sejati, murni, dan suci. Tetapi, alam ini sangat berbeda dari yang tampak, dimana dalam ala mini kesempurnaan bertahta, yang tidak perlu mengalami perubahan.Penetapan ini menyatakan bahwa alam pikiran itu lebih tinggi daripada alam dunia. Sebagaimana yang dijelaskan tentang aliran filsafat Idealisme diatas, kami sebagai pemakalah memahami bahwa aliran ini lebih menekankan pada kekuatan jiwa, pikiran, dan ide sebagai kenyataan yang sejati. Menurut pandangan ini, dunia yang kita lihat sehari-hari bukanlah kebenaran yang mutlak, melainkan hanya bayangan dari dunia ideal yang sempurna.

Idealisme mengajarkan bahwa hal-hal yang bersifat spiritual dan rohani lebih tinggi nilainya dibandingkan materi. Oleh karena itu, pendidikan dalam pandangan idealisme bertujuan untuk membentuk manusia yang berkepribadian mulia, memiliki nilai-nilai kebenaran, serta tanggung jawab terhadap masyarakat. Pengetahuan sejati pun diyakini muncul dari dalam diri manusia, bukan hanya dari pengalaman lahiriah.

B.     Aliran Realisme

Aliran filsafat realisme adalah suatu aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Dunia ini mempunyai hakikat realitas terdiri dari dunia fisik dan dunia rohani. Pokok pemikiran realisme yaitu:

a.       Pengetahuan adalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata. Hal ini tidak ubahnya seperti sebuah gambar hasil lensa kamera yang merupakan representasi dari gambar aslinya.

b.      Suatu teori dianggap benar bila memang riil, dan secara subtantif ada, dan memang benar, bukan menyajikan fiksi.

c.       Konsep filsafat menurut realisme adalah Metafisika-realisme, Humanologi-realisme, Epistemologi-realisme, dan Aksiologi-realisme.

d.      Hakikat realitas adalah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani.

e.       Pendidikan lebih dihargai dari pada pengajaran sebab pendidikan mengembangkan semua kemampuan manusia.

Dimana konsep dasar filsafat menurut aliran ini adalah:

a.    Metafisika-realisme: Kenyataan yang sebenarnya hanyalah  kenyataan fisik (materialisme), kenyataan material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai  kenyataan (pluralisme)

b.    Humanologi-realisme: Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir.

c.    Epistemologi-realisme: Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan  memeriksa kesesuaiannya dengan fakta.

d.   Aksiologi-realisme: Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.

Kami sebagai pemakalah memahami bahwa realitas sejati menurut pandangan ini adalah segala sesuatu yang benar-benar ada dan dapat dibuktikan secara nyata, baik yang bersifat fisik maupun rohani. Realisme menekankan bahwa pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang dapat diindra dan dibuktikan, sehingga apa yang benar adalah yang secara faktual memang ada, bukan sekadar angan-angan atau gagasan.

Dalam pandangan realisme, manusia dipandang sebagai makhluk yang mampu berpikir dan bertindak berdasarkan hukum alam dan kebiasaan hidup. Pendidikan menurut realisme memiliki peran penting karena mampu mengembangkan seluruh potensi manusia secara nyata, bukan hanya sebatas pemberian informasi atau pengajaran.

C.     Aliran Perenialisme

Aliran perenialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya: Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Asas yang dianut perenialisme bersumber pada filsafat kebudayaan yang berkiblat dua, yaitu: a. perenialisme yang theologis bernaung di bawah supremasi geraja Katolik, dengan orientasi pada ajaran dan tafsir Thomas Aquinas, dan b. perenialisme sekuler berpegang pada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.[2] Pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi dari pada hukum universal yang abadi dan sempurna, yakni ideal, sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran, asas normatif dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar dan mepraktekkan asas-asas normatif itu dalam semua aspek kehidupan.

Perenialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman modern telah menimbulkan banyak krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia. Untuk mengatasi krisis ini perenialisme memberikan jalan keluar berupa “kembali kepada kebudayaan masa lampau (regressive road to culture)”.[3]

Perenialisme mengambil jalan regresif karena mempunyai pandangan bahwa tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan zaman Yunani Kuno dan Abad Pertengahan. Yang dimaksud dengan ini adalah kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai pengetahuan, realitas, dan nilai dari zaman tersebut. Aliran filsafat Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan harus kembali pada nilai-nilai abadi yang berasal dari zaman Yunani Kuno dan Abad Pertengahan. Aliran ini terbagi menjadi dua, yaitu perenialisme teologis yang dipengaruhi oleh ajaran Thomas Aquinas dan berorientasi pada gereja Katolik, serta perenialisme sekuler yang merujuk pada gagasan Plato dan Aristoteles.

Perenialisme menilai bahwa krisis zaman modern muncul karena manusia menjauh dari nilai-nilai universal yang bersifat tetap dan ideal. Oleh karena itu, pendidikan harus diarahkan untuk membentuk pemimpin yang berpegang pada prinsip-prinsip normatif dan nilai-nilai kebenaran yang bersifat universal dan abadi.

D. Aliran Eksistensialisme

Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata “eks“ yang berarti diluar dan “sistensi” yang berarti berdiri atau menempatkan,  jadi secara luas eksistensi dapat diartikan sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya. Adapun eksistensialisme menurut pengertian terminologinya adalah suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan segala sesuatu terhadap manusia dan segala sesuatu yang mengiringinya, dan dimana manusia dipandang sebagai suatu makhluk yang harus bereksistensi atau aktif dengan sesuatu yang ada disekelilingnya. Menurut penulis aliran filsafat eksistensialisme adalah pandangan yang memusatkan perhatian pada keberadaan (eksistensi) individu sebagai kenyataan yang paling mendasar.

1. Tokoh-tokoh aliran eksistensialisme

a.       Kari jaspers

Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang mengunakan semua pengetahuan obyektif dan memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada jati dirinya.

b.      Soren Aabye Kiekeegard

Mengedepankan teori bahwa eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang kaku dan statis tetapi senantiasa terbentuk. Sifatnya hanya sebagai spekulasi menuju sesuatu yang nyata dan pasti.

c.       Jeanpaul Sartre

Manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang  hidup dan berada dengan sadar dan begas dari diri sendiri. Ini adalah salah satu statement dan mungkin bernilai teori yang terkenal darinya.

d.      Martin Heidegger

Inti pemikirannya adalah memusatkan semua hal kepada manusia dan mengembalikan semua masalah apapun kepada manusia sebagai objek dari masalah tersebut.[4]

E. Aliran Pragmatisme

        Kata pragmatisme berasal dari bahasa Inggris pragmatis dan bahasa Yunani pragma yang memiliki arti sesuatu yang dilakukan, tindakan, kerja atau konsekuensi. Aliran pragmatisme bekembang luas di era modern dan mempengaruhi sistem pendidikan di Dunia khususnya ilmu-ilmu pengetahun dan teknologi. Filsafat pragmatisme menentukan nilai pengetahuan berdasarkan kegunaan praktisnya. Kegunaan praktis bukan berarti pengakuan kebenaran objektif dengan kriteria praktek, tetapi apa yang memenuhi kepentingan-kepentingan subjektif individu.[5]

        Pragmatisme merupakan gerakan filsafat yang lahir di Amerika pada akhir abad 19 M dan mapan secara teoritis hingga akhir abad 20 M. Gerakan pragmatisme kemudian menjadi paham yang berkembang pesat dalam tatanan fikir masyarakat Barat dan menjadi mashur selama satu abad terakhir di seluruh Dunia. Ada tiga tokoh yang dianggap cukup berjasa dalam melahirkan dan mengembangkan filsafat pragmatisme yaitu Charles S. Pierce pada Tahun 1839 hingga 1914 Masehi, Williem James pada tahun 1842 hingga 1910 dan John Dewey pada Tahun 1859 hingga 1952 Masehi. Aliran ini berusaha mendamaikan dua aliran sebelumnya yaitu empirisme dan idealisme yang dianggap tidak merepsentasikan hakikat dari teori sebagai sesuatu yang bernilai pragmatis.[6]

        Menurut Charles S. Piearce, pragmatisme adalah suatu metode refleksi yang memiliki tujuan membuat ide-ide menjadi jelas. Menurutnya, pragmatisme adalah sebuah alat metodologis yang berfungsi untuk menguji coba ide menjadi bernilai realistis. Dalam maksimnya, Charles S. Piearce merumuskan pragmatis sebagai untuk menegaskan makna dari konsepsi intelektual, menurutnya seseorang haruslah mempertimbangkan apa konsekuensi-konsekuensi praktis yang mungkin masuk akal dan menghasilkan keniscayaan dari kebenaran konsepsi tersebut.[7] Kalangan pragmatisme menganggap bahwa realitas bukanlah sesuatu yang abstrak, ia lebih sebagai pengalaman yang terus berubahubah dan transaksional. Realitas tidaklah terbakukan, melainkan akan berubahan dari masa kemasa karena pengalaman manusian yang semakin meluas. Menurut kalangan pragmatisme, apa yang benar hari ini kemungkinan besar akan berbeda di esok hari. Menurut pragmatisme, kita hidup dikalangan dinamis yang mengalami perubahan terus menerus sehingga hal ini juga menjadikan dasar kepada hukum-hukum dasar ilmiah yang selalu berubah. Bagi pragmatisme, pengetahuan terbatas yang dimiliki manusia harus dinyatakan dalam istilah probabilitas dari pada istilah absolut sehingga standar kebenaran pragmatisme berawal dari peluang-peluang dari berbagai kemungkinan kejadian yang diciptakan.[8]

F. Aliran Sosialisme

        Sosialisme adalah salah satu ideologi yang berpengaruh besar dalam dunia politik internasional di sekitar abad ke-19. Menguraikan sosialisme ini, namun demikian bukanlah perkara yang mudah. Ian Adams, dalam bukunya yang berjudul Ideologi Politik Mutakhir, menuliskan bahwa dari semua ideologi, sosialisme mungkin yang paling sulit untuk diuraikan (Adams, 1993: 157). Kesulitan tersebut muncul karena sulitnya menentukan sosialisme yang 'sejati' karena pada perkembangannya ada banyak ragam sosialisme, termasuk di dalamnya sosialisme Marx-ian yang memiliki pengaruh sangat besar, bahkan hingga saat ini (Adams, 1993: 157). Terlepas dari persoalan tersebut, peneliti dalam hal ini akan tetap berusaha untuk memberi batasan yang sejelas-jelasnya tentang sosialisme yang dimaksud di dalam penelitian ini. Guna mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang ideologi ini, akan diuraikan terlebih dahulu pengertian sosialisme dari tiga sudut pandang, yaitu sudut pandang etimologis, historis, dan terminologis. Dari ketiga sudut pandang tersebut, peneliti selanjutnya akan berusaha untuk menggali corak umum dari variasivariasi sosialisme tersebut, sehingga didapatkan ciri-ciri pemikiran sosialisme yang selanjutnya akan dijadikan sebagai objek utama analisis dalam penelitian ini.

Secara etimologi, istilah sosialisme atau dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah socialism berasal dari bahasa Perancis, yaitu “sosial” yang berarti “kemasyarakatan”. Secara historis, istilah sosialisme pertama kali muncul di Perancis sekitar tahun 1830. Umumnya sebutan itu dikenakan bagi aliran atau pandangan yang masing-masing hendak mewujudkan masyarakat yang berdasarkan pada hak milik bersama terhadap alat-alat produksi, dengan maksud agar produksi tidak lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau lembaga perorangan atau swasta yang hanya memperoleh laba, semata-mata untuk melayani kebutuhan masyarakat. Secara terminologi, istilah sosialisme dipahami secara bermacam-macam oleh para tokoh. Franz Magnis-Suseno misalnya, menulis bahwa sosialisme merupakan, (1) ajaran dan gerakan yang menganut nya bahwa keadaan sosial tercapai melalui penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi, (2) Keadaan masyarakat di mana hak milik pribadi atas alat-alat produksi telah dihapus (Franz Magnis Suseno, 2001: 270).Selain itu ada juga Sosialisme Ilmiah yang diklaim oleh Karl Marx. Marx mengklaim bahwa sosialismenya adalah sosialisme ilmiah. Sosialisme ilmiah, sosialisme (dalam arti (1) yang mau memperlihatkan dengan meniliti hukum-hukum perkembangan masyarakat bahwa sosialisme (dalam arti (2)) pasti akan datang (Magnis Suseno, 2001: 270-271).[9]

G.    Aliran Progresivisme

Menurut bahasa istilah progresivisme berasal dari kata progresif yang artinya bergerak maju. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa  kata progresif diartikan sebagai ke arah kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan sekarang; dan bertingkat-tingkat naik. Dengan demikian, secara singkat progresif dapat dimaknai sebagai suatu gerakan perubahan menuju perbaikan. Sering pula istilah progresivisme dikaitkan dengan kata progres, yaitu kemajuan. Artinya progesivisme merupakan salah satu aliran yang menghendaki suatu kemajuan, yang mana kemajuan ini akan membawa sebuah perubahan. Pendapat lain menyebutkan bahwa progresivisme sebuah aliran yang mengingikan kemajuan-kemajuan secara cepat. Aliran progresivisme merupakan salah satu aliran filsafat pendidikan yang berkembang pada abad ke XX dan memiliki pengaruh dalam pembaharuan dunia pendidikan.

Progressivisme berasal dari gerakan reformasi umum dalam masyarakat Amerika dan kehidupan politik pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.Progresivisme muncul sebagai reaksi terhadap pendidikan tradisional yang otoriter.  Perkembangannya pesat di abad ke-20,  terutama di Amerika Serikat, dipengaruhi oleh pembaharuan sosial dan pendidikan di Eropa.  Tokoh-tokoh kunci yang memengaruhi aliran ini antara lain Charles S. Peirce, William James, John Dewey, Francis Bacon, John Locke, dan J.J. Rousseau.  Pemikiran Johann Heinrich Pestalozzi (yang menekankan pendidikan holistik dan berbasis pengalaman), Sigmund Freud (yang menyorot dampak lingkungan dan pengasuhan pada perkembangan anak), dan John Dewey (yang memimpin gerakan anti-tradisionalisme) juga sangat berpengaruh.  Secara singkat, progresivisme lahir dari ketidakpuasan terhadap sistem pendidikan tradisional dan berkembang berkat pengaruh berbagai tokoh filsafat dan psikologi.

Progresivisme memiliki sebuah konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia memiliki kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi problematika yang bersifat menekan dan mengancam adanya manusia itu sendiri. Sehubungan dengan hal demikian progresivisme menolak adanya pendidikan yang bersifat otoriter. Alasan penolakannya didasarkan bahwa pendidikan yang bersifat otoriter dapat diperkirakan akan mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan pendidikan. Karena dianggap kurang menghargai dan memberikan tempat semestinya kepada siswa dalam proses pendidikannya.

Inti perhatian dari progresivisme adalah untuk mendorong kemajuan atau progress dari ilmu pengetahuan. Oleh karena itu beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang progresivisme merupakan bagian utama dari suatu budaya. Disamping kemajuan atau progress yang menjadi inti perhatian, progresivisme juga memperhatikan lingkungan dan pengalaman. Berkaitan dengan inti utama perhatian progresivisme, ide-ide, teori-teori atau cita-cita hanya cukup diakui sebagai hal yang ada, tetapi yang ada itu harus dicari artinya bagi suatu kemajuan demi kebaikan.[10]

Berdasarkan pemaparan di atas, menurut kami aliran progresivisme adalah aliran filsafat yang menekankan pada kemajuan. Esensi progresivisme terletak pada dorongan untuk kemajuan ilmu penegtahuan dan penerapannya untuk kebaikan.

Progresivisme menawarkan pendekatan yang lebih baik dari pada system pendidikan tradisional yang kaku. Namun, penerapannya di dunia nyata masih memerlukan evaluasi berekelanjutan untuk memastikan bahwa prinsip progresivisme benar-benar diimplementasikan secara efektif dan merata di setiap sekolah.

H.    Aliran Reconstructivism

Kata reconstructivism berasal dari bahasa inggris reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam kamus Oxford, to reconstruct bermakna to build or to form (something) again after it has been damaged or destroyed. Dalam kamus ilmiah, rekonstruksi berarti kehidupan yang merancang dan baru. Dalam KBBI, Rekonstruksi memiliki arti pengembalian seperti semula; penyusunan (penggambaran) kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran membangun tata hidup kebudayaan yang menjawab permasalahan-permasalahan dunia modern, bukan dengan kembali pada kebiasaan lama yang dianggap mampu memecahkan masalah era sekarang ini. Aliran reconstructivism pada dasarnya berangkat dari titik tolak yang sama dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Sementara menurut Imam Barnadib, reconstructivism sebagai filsafat pendidikan menghendaki anak didik agar dibangkitkan kemampuannya untuk secara rekonstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat, sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Aliran rekonstruksionisme merupakan aliran yang melihat semua gejala yang berasal dari keberadaan, yaitu cara manusia berada di dunia yang berbeda dari keberadaan materi. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak melampaui krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa zaman modern merupakan zaman yang tatanan sosialnya terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.

Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perennialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama atau dikenal dengan regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia, agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan yang harmonis bagi kemanusiaan dan juga seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata kelola yang baru. Untuk mencapai tujuan utama tersebut diperlukan kerjasama antara seluruh elemen umat manusia, Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas kemanusiaan yang menjadi tanggungjawab semua bangsa dan individu. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat dapat diwujudkan melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar, sehingga terbentuk tatanan dunia baru yang harmonis dalam pengawasan umat manusia.

Dalam dunia pendidikan aliran rekonstruksionisme ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pada peserta didik terkait dengan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang bersifat umum. Sehingga peserta didik memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dari permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi. Dan dengan cara ini juga dapat meningkatkan keterampilan berpikir para peserta didik.[11]

Berdasarkan pemaparan diatas, menurut kami aliran rekonstruksionisme ini bisa disimpulkan  sebagai suatu aliran dalam filsafat pendidikan yang berusaha untuk merombak atau menyusun kembali suatu tata susunan lampau dan membangun tata susunan kebudayaan baru yang bersifat modern. Aliran ini berharap pendidikan dapat merubah tatanan social masyarakat, perokonomian masyarakat, mengubah segala bentuk apapun yang ada di masyarakat.

Pada saat ini, prinsip rekontruksionisme ini belum diterapkan sepenuhnya dengan benar di semua system pendidikan. Hal ini bisa dibuktikan dengan masih adanya system pendidikan yang berfokus pada penguasaan pengetahuan factual dan menghafal, bukan pada pengembangan kemapuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Padahal tujuan dari aliran ini adalah untuk menumbuhkan kesadaran pada peserta didik terkaiit dengan masalah sosial, ekonomi dan lainnya, yang bisa didapatkan dengan cara berpikir kritis.

 

Tokoh-tokoh aliran Rekontruksionisme dan pemikirannya adalah sebagai berikut:

  1. George Counts (1889-1974): Memperjuangkan pendidikan sebagai alat untuk mengubah masyarakat, menekankan pentingnya pendidikan untuk membangun masyarakat yang adil dan demokratis, dan berpendapat bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan keterampilan dan pengetahuan untuk menganalisis dan mengubah struktur sosial.
  2. Paulo Freire (1921-1997): Tokoh pendidikan yang sangat berpengaruh dalam gerakan pendidikan orang dewasa, menekankan pentingnya pendidikan pembebasan (liberation education) bagi kaum tertindas, dan berpendapat bahwa pendidikan harus membantu individu untuk memahami dan mengubah kondisi sosial yang menindas mereka.
  3. Theodore Brameld (1904-1987): Menekankan pentingnya pendidikan untuk mengatasi masalah sosial, seperti perang, kemiskinan, dan diskriminasi, dan erpendapat bahwa pendidikan harus menjadi alat untuk membangun masyarakat yang damai, adil, dan berkelanjutan.

I.       Aliran Esensialisme

Filsafat pendidikan esensialisme ini muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa  orang  pelopornya,  seperti  William  C.  Bagley,  Thomas  Brigger, Frederick Breed, dan Isac L Kandel. Pada tahun 1983, mereka membentuk suatu lembaga  yang  disebut "The  esensialist  commite  for  the  advanced  of  American Education". Bagley sebagai pelopor esensialisme adalah seorang guru besar pada "teacher  college", Columbia  University.  Ia  yakin  bahwa  fungsi  utama  sekolah adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda.[12]

Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Pendapat ini dikemukakan oleh Jalaluddin dkk yang dikutip dari pendapat Zuhairini. Dengan artian. esensialisme ingin kembali ke masa dimana nila-nilai kebudayaan itu masih tetap terjaga, yang nilai itu tersimpul dalam ajaran para filosof, ahli pengetahuan yang agung, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka kekal."

Konsep pendidikan esensialisme ini bahwasanya sekolah harus melatih, mengajar atau mendidik peserta didik agar memiliki komunikasi dengan jelas dan logis. Keterampilan inti kurikulum harus berupa membaca, menulis, berbicara dan berhitung. Selain itu juga, sekolah memiliki tanggungjawab untuk memperhatikan penguasaan peserta didik terhadap keterampilan tersebut, karena implementasi kurikulum membutuhkan dukungan media, sarana, dan lingkungan yang memadai. Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah bersifat praktis dan memberi pengajaran yang logis dan mampu mempersiapkan suatu keterampilan bagi para peserta didik. Dalam hal ini, sekolah tidak boleh memengaruhi atau menetapkan kebijakan sosial. Dalam konsep esensialisme pendidikan bertujuan untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan berpangkal pada landasan ideal dan organisasi yang kuat. Penguasaan materi kurikulum tersebut merupakan dasar yang bersifat esensialisme genarl education yang diperlukan dalam hidup. Peran sekolah adalah untuk memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi muda dewasa ini, melalui hikmat

dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisional. Guru memiliki peran lebih khusus, di mana guru dianggap sebagai seorang yang menguasai lapangan, subjek khusus dan merupakan model yang baik untuk digugu dan ditiru.

Tokoh filsafat esensialisme beserta pemikirannya:

  1. Johan Friedrich Herbart (1776-1841):  Tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan, melalui proses pengajaran yang menekankan kesusilaan.
  2. William T. Harris (1835-1909): Pendidikan bertujuan membuka realitas berdasarkan susunan yang tak terelakkan dan bersendikan kesatuan spiritual. Sekolah berperan memelihara nilai-nilai dan membimbing penyesuaian individu pada masyarakat.
  3. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831):  Menyatakan sintesis antara ilmu pengetahuan dan agama,  menggunakan landasan spiritual. Sejarah, menurut Hegel, adalah manifestasi berpikir Tuhan,  sebuah proses dinamis yang diatur oleh hukum-hukum tertentu.
  4. George Santayana: Mensintesis idealisme dan realisme.  Beliau berpendapat nilai tidak dapat ditandai dengan konsep tunggal, karena minat, perhatian, dan pengalaman individu menentukan kualitas nilai tersebut.  Meskipun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, individu tetap aktif menentukan nilai-nilai tersebut.

Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sintsme dari gerakan progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya sosial. Menurut Esensialisme, nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus-ratus tahun, dan didalamnya herakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu.

Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji ketangguhannya dan kekuatannya sepanjang masa. Esensialisme ialah suatu aliran filsafat yang merupakan perpaduan ide filsafat idealisme objektif di satu sisi dan realisme objektif di sisi lainnya. Oleh karena itu wajar jika ada yang mengatakan Plato-lah sebagai peletak asas-asas filosofis aliran ini, ataupun Aristoteles dan Democratos sebagai peletak dasar-dasarnya. Kendatipun kemunculan aliran ini di dasari oleh pemikiran filsafat idealisme Plato dan realisme Aristoteles, namun bukan berarti kedua aliran ini lebur kedalam paham esensialisme.

Aliran filsafat essensialisme pertama kali muncul sebagai reaksi atas simbolisme mutlak dan dogmatisme abad pertengahan. Filsafat ini menginginkan. agar manusia kembali kepada kebudayaan lama karena kebudayaan lama telah. banyak melakukan kebaikan untuk manusia.

Dari paparan di atas dapat menurut kami sebagai pemakalah, prinsip-prinsip Ajaran filsafat Esensialisme adalah sebagai berikut:

1. Esensialisme berakar pada ungkapan realisme objektif dan idealisme objektif yang modern, yaitu alam semesta diatur oleh hukum alam sehingga tugas manusia memahami hukum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan pengelolaannya.

2. Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan budaya. Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilai yang kukuh, tetap dan stabil

3. Nilai (kebenaran bersifat korespondensi) berhubungan antara gagasan dengan fakta secara objektif.

4. Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merefleksikan humanisme klasik yang berkembang pada zaman renaissance.[13]

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Tinjauan komprehensif terhadap berbagai aliran filsafat pendidikan yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan teori dan praktik pendidikan. Aliran-aliran yang dibahas meliputi idealisme, realisme, perenialisme, eksistensialisme, pragmatisme, sosialisme, progresivisme, rekonstruktivisme, dan esensialisme. Setiap aliran filsafat menawarkan kerangka pemikiran yang berbeda mengenai hakikat manusia, tujuan pendidikan, peran guru dan siswa, serta metode pembelajaran yang dianggap ideal.  

Pemahaman yang mendalam tentang aliran-aliran filsafat pendidikan memiliki implikasi yang sangat penting bagi para pendidik dan calon pendidik. Dengan memahami landasan filosofis yang mendasari praktik pendidikan, pendidik dapat mengembangkan pendekatan pembelajaran yang lebih efektif, relevan, dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Selain itu, pemahaman ini juga membekali pendidik dengan kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi kurikulum, metode pengajaran, dan sistem pendidikan secara kritis.  

Melalui eksplorasi terhadap aliran-aliran filsafat pendidikan ini, diharapkan dapat memberikan wawasan yang luas dan mendalam kepada pembaca, serta mendorong pengembangan pemikiran filosofis yang berkelanjutan dalam bidang pendidikan. Tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik dan mampu menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas, berakhlak mulia, dan mampu menghadapi tantangan zaman.

B.     Saran

Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca dan pendengar agar kedepannya kami bisa memperbaiki kesalahan tersebut serta bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Afi rizqiyah, Progresivisme Dan Rekontruksionisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam, Jurnal pendidikan islam, vol. 9 no. 1 (2024), hal.7

Agustinus Pratisto Trinarso, dkk., Meninjau Ulang Dan Menyikapi Pragmatisme Dewasa Ini, (Surabaya: Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala, 2015), hlm. 47-48.

Amannudin, dkk, “Makalah filsafat teori pendidikan progressivismeumsida.” (Universitas Muhammadiyah, Sidoarjo, 2019)

Amannudin, dkk. (2019). Makalah filsafat teori pendidikan progressivisme. Sidoarjo: Universitas Muhammadiyah.

Fauziah Nurdin, Kebenaran Menurut Pragmatisme Dan Tanggapannya Terhadap islam, Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. 13. No. 2, Februari, 2014, hlm. 188.

George R. Night, Filsafat Pendidikan, Terjm. Mahmud Arif, (Yogyakarta: Gama Media, 2007), hlm. 111-112.

Juanda, Anda. (2016). Aliran-aliran Filsafat Landasan Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: CV. CONFIDENT.

Noor Syam, Muhammad.(1978). Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang: Penerbit IKIP.

 rizqiyah, A, dkk. (2024). Progresivisme Dan Rekontruksionisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam. Jurnal pendidikan islam. 9 (1).

Sadullah, U. (2008).  Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Saragih, H, dkk. (2021). Filsafat Pendidikan. Jawa Timur: Yayasan Kita Menulis.

Sunarto, Pragmatisme John Dewey (1859-1952) dan Sumbangannya Terhadap Dunia Pendidikan, Proceedings International Seminar FoE “Faculty of Education”, Vol. 1 Mei 2016, hlm. 152

Zuhairini dkk.(1995).  Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

 


MAKALAH: FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

  MAKALAH ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam DI SUSUN OLEH...